Kamis, 20 Februari 2014

LANDASAN FILOSOFI DAN YURIDIS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
A.      Pendahuluan
  1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kejuruan
a)  Education for employment : (pendidikan untuk pekerjaan) siswa mengikuti pendidikan   ditargetkan untuk menjadi pribadi yang siap kerja, dan untuk mengetahui serta memahami apa yang terjadi di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan masalah baru dan dilatih untuk menyelesaikan. Siswa mampu mengembangkan kemampuan, mencari alternatif melanjutkan pendidikan atau bekerja, pemecahannya dan berani untuk mengambil keputusan dalam lingkungan pendidikan sebagai pekerjaannya.
b) Education for employability : (pendidikan untuk kelayakan kerja) siswa mengikuti pendidikan ditargetkan untuk menjadi tenaga kerja ahli yang profesional, berdedikasi, mengetahui dan memahami serta merespon dengan cepat apa yang terjadi di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan masalah baru dan dilatih untuk menyelesaikan, juga mampu mengembangkan sendiri kemampuannya, mencari alternatif pekerjaan, serta pemecahannya untuk berani mengambil keputusan dengan cepat.
c)  Education for self-employment : (pendidikan untuk mempekerjakan diri sendiri) siswa mengikuti pendidikan ditargetkan untuk menjadi usahawan, dan untuk mengetahui, memahami serta membaca peluang usaha yang ada di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan jenis usaha, masalah yang mungkin mucul dilatih untuk menyelesaikannya. Siswa mampu mengembangkan kemampuan, mencari alternatif melanjutkan mengembangkan usahanya, pemecahannya dan berani untuk mengambil keputusan
Berikut adalah di antara pengertian dan tujuan pendidikan kejuruan dari berbagai Sumber dan pakar pendidikan.
1)    Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang diarahkan untuk mempelajari bidang khusus, agar para lulusan memiliki keahlian tertentu seperti bisnis, pabrikasi, pertanian, kerumahtanggaan, otomotif telekomunikasi, listrik, bangunan dan sebagainya (Snedden, 1917:8)
2)  Pendidikan teknologi dan kejuruan adalah bagian dari pendidikan yang mencatak individu agar dia dapat bekerja pada kelompok tertentu (Evan, 1978).
3)  Pendidikan teknologi dan kejuruan adalah suatu program yang berada di bawah organisasi pendidikan tinggi yang diorganisasikan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja (Good, 1959)
Dari berbagai definisii di atas dapat kita kemukakan bahwa pendidikan teknologi dan kejuruan adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi para siswa yang merencanakan dan mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu untuk bekerja secara produktif dan professional dan juga siap melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
  1. Fungsi Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan berfungsi menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan. Sebagai suatu pendididikan khusus, pendidikan kejuruan direncanakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja, sebagai tenaga kerja produktif yang mampu menciptakan produk unggul yang dapat bersaing di pasar global dan professional yang memiliki kualitas moral di bidang kejuruannya (keahliannnya). Di samping itu pendidikan kejuruan juga berfungsi mempersiapkan siswa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
Fungsi pendidikan kejuruan menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja produktif antara lain meliputi:
a)    Memenuhi keperluan tenaga kerja dunia usaha dan industri.
b)    Menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang lain.
c) Merubah status siswa dari ketergantungan menjadi bangsa yang berpenghasilan (produktif).
Sedangkan sebagai tenaga kerja professional siswa mampu mengerjakan tugasnya secara cepat, tepat dan effisien yang didasarkan pada unsur-unsur berikut:
a)   ilmu atau teori yang sistematis,
b)   kewenangan professional yang diakui oleh klien,
c)   sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan kewenangannya dan
d)   kode etik yang regulative
Selanjutnya, menyiapkan siswa menguasai IPTEK dimaksudkan agar siswa:
a)       Mampu mengikuti, menguasai, dan menyesuaikan diri dengan kemajuan  IPTEK
b) Memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan diri secara   berkelanjutan
  1. B.      Filsafat Pendidikan Teknologi Kejuruan Dan Landasan Yuridis Pendidikan Teknologi Kejuruan
  1. 1.       Fisafat pendidikan Teknologi Kejuruan
Filsafat adalah apa yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup dan landasan berpikir yang diianggap benar dan baik. Filsafat menurut Jalius Jama: 2010 meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)  Usaha secara spekulatif untuk menyajikan pandangan yang sistematis dan     lengkap tentang  kenyataan.
b)  Usaha mendeskripsikan sifat dasar yang terdalam dan sesungguhnya dari kenyataan.
c)    Usaha untuk menentukan batas-batas dan lingkup pengetahuan.
d)    Penyelidikan secara kritis terhadap hipotesis.
e)   Ilmu untuk membantu seseorang untuk memaknai (purposeful meaning) apa yang dikatakandan apa yang dilihat dan apa yang dilakukan.
Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme. Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
Landasan filosofis yang mendasari pendidikan kejuruan, harus mampu menjawab dua pertanyaan : pertama, Apa yang harus diajarkan? dan kedua, Bagaimana harus mengajarkan? (Calhoun dan Finch, 1982). Chalhoun dan Finch menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip fundamental pendidikan kejuruan adalah individu dan perannya dalam suatu masyarakat demokratik, serta peran pendidikan dalam transmisi standar sosial.
Secara umum juga dikatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan rojani atau spiritual sistem pendidikan nasional. Pendidikan kejuruan yang berkembang telah banyak ditandai dengan pesatnya perkembangan fasilitas fisik untuk melayani kebutuhan banyak orang dalam lingkup pendidikan kejuruan yang makin luas.
Filosofi memandang pendidikan kejuruan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk bekerja atau mandiri, maka menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat menyediakan berbagai alternatif pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling tepat adalah pendidikan kejuruan itu sendiri. Pernyataan Hornby yang dikutip Soeharto (1988) mengatakan bahwa filosofi adalah mempelajari berbagai prinsip yang mendasari aksi dan tinggkah laku manusia. Miller (1986, 3) menyatakan bahwa: phylosphys defined as a conceptual frame work for synthesis and evaluation that represents a system of values to serve as a basis for making decisions that projects vocation’s future. Falsafah pendidikan kejuruan adalah cara pandang akan pendidikan kejuruan itu sendiri. Falsafah akan memberikan arah yang dipelukan untuk pelayanan pendidikan, selain kerangka kerja dimana tujuan, maksud, dan kegunaaan pendidikan itu dibangun.
Secara khusus filosofi pendidikan kejuruan menurut Miller (1986) mempunyai tiga elemen pokok, yaitu: nature of reality, truth, and value. Sehingga falsafah pendidikan kejuruan merupakan artikulasi sebagai dasar asumsi yang meliputi kenyataan, kebenaran dan tata nilai. Pertama, landasan falsafah meandanga adanya ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh peserta didik dan strategi apa yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Kedua, asumsi tentang perwujudan atau kenyataan tentang kebenaran untuk memeberikan tuntunan dalam membentuk kurikulum pendidikan kejuruan. Ketiga, kemudian dengan materi yang telah diyakini kebenaran sesuai dengan falsafahnya, lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pengajaran dengan benar, dan falsafah dapat memberikan kepercayaan secara penuh dalam kebenaran pengetahuan yang diberikan.
Charles Prosser dalam Vocational Education in Democracy (1949) yang dikutip oleh William G. Camp dan John H. Hillison (1984, 15-16) memberikan 16 butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan yaitu:
  1. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja.
  2. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan tugas atau program seusai dengan apa yang dikerjakan kelak. Demikian pula fasilitas atau peralatan beserta proses kerja dan operasionalnya dibuat sama dengan kondisi nyata nantinya.
  3. Pendidikan kejuruan akan efektif bilmana latihan dan tugas yang diberikan secara langsung dan spesifik (dalam arti mengerjakan benda kerja sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
  4. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana dalam latihan kerja atau dalam pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada kondisi nyata nantinya.
  5. Pendidikan kejuran akan efektif bilamana program-program yang disediakan adalah banyak dan bervariasi meliputi semua profesi serta mampu dimanfaatkan atau ditempuh oleh peserta didik.
  6. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara berulang kali hingga diperoleh penguasaan yang memadai bagi peserta didik.
  7. Pendidikan kejuruan akan efektif bila para guru dan instrukturnya berpengalaman dan mampu mentransfer kepada peserta didik.
  8. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana mampu memberikan bekal kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja (sebagai standar minimal profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah pengembangannya.
  9. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila memperhatikan kondisi pasar kerja.
  10. Proses pemantapan belajar dan latihan peserta didik dalam pendidikan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara proporsional.
  11. Sumber data yang dipergunakan untuk menentukan program pendidikan didasarkan atas pengalaman nyata pekerjaan di lapangan.
  12. Pendidikan kejuruan membeikan program tertentu yang mendasar sebagai dasar kejuruannya serta program lain sebagai pengayaan atau pengembangannnya.
  13. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja tertentu dan dalam waktu tertentu.
  14. Pendidikan kejuruan dapat dirasakan manfaatnya secara sosial kemasyarakatan termasuk memperhatikan hubungan kemanusiaan dan hubungan dengan masyarakat luar dunia pendidikan.
  15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien apabila bersifat fleksibel dan tidak bersifat kaku.
  16. Walaupun pendidikan kejuruan telah diusahakan dengan biaya investasi semaksimal mungkin, nmaun apabila sampai dalam batas minimal tersebut tidak efektif, maka lebih baik penyelenggaraan pendidikan kejuruan dibatalkan.
Berdasarkan falsafah pendidikan kejuruan yang diuraikan di atas, khususnya dari Charles Prosser dapat diasumsikan bahwa 16 butir falsafah tersebut juga sekaligus kriteria dasar yang sagat esensial dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Maksudnya dalah pendidikan kejuruan akan dikatakan dengan klasifikasi baik apabila mampu memenuhi 16 kriteria falsafah pendidikan kejuruan tersebut.  Secara ringkas dari 16 butir falsafah pendidikan kejuruan dapat diringkas ke dalam 16 butir kriteria ideal pendidikan kejuruan yang harus dipenuhi, yaitu: (1) lingkungan belajar; (2) program dan fasilitas/peralatan; (3) praktek langsung; (4) budaya kerja; (5) kualitas input; (6) praktek yang berulangkali; (7) tenaga pendidik yang berpengalaman; (8) kemampuan minimal lulusan; (9) sesuai pasar kerja; (10) proporsi praktek; (11) sumber data program dari pengalaman; (12) program dasar kejuruan dan lanjut; (13) kebutuhan tertentu dan waktu tertentu; (14) hubungan dengan masyarakat; (15) administrasi fleksibel; (16) biaya pendidikan.
Sedangkan Oemar Hamalik (1990) secara tegas memberikan gambaran tentang falsafah pendidikan kejuruan dapat dirangkum ke dalam enam hal yaitu:
  1. Pekerjaan yang dipilih individu harus berdasarkan pada orientasi individu itu sendiri, misalnya bakat, minat, kemapuan, dan sebagainya.
  2. Beberapa pekerjaan yang ditawarkan meliputi semua aspek kehidupan.
  3. Setiap individu harus mendapatkan kesepatan untuk memilih jenis pekerjaan yang cocok dengan orientasi dan kesempatan kerja yang sama.
  4. Individu perlu mendapat dorongan membangun masyarakartnya, berdasarkan pengetahuan, sklill, dan kesempatan kerja yang ada.
  5. Sumber-sumber pendidikan harus dapat mengembangkan sumber daya manusia, menjadi individu yang mampu membantu inidividu lainnya, sebagai pemimpin dan pembangun.
  6. Alokasi sumber-sumber harus merefleksi kebutuhan manusia.

  1. 2.       Landasan Yuridis Pendidikan Teknologi Kejuruan

Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah  seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak  sistem pendidikan Indonesia, yang menurut  Undang-Undang  Dasar 1945.
  1. UUD 1945  mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bagnsa yang diatur dengan Undang-Undang.
  2. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK merupakan “pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP.
  3. Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
  4. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  5. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
  6. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
  7. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan
  8. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan di SMK.

  1. MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN BERDASARKAN SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA
 Model perencanaan dan pengembangan kurikulum pembelajaran pendidikan kejuruan tidak terlepas dari tujuan pendidikan kejuruan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Tujuan pendidikan kejuruan seara umum adalah untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja dengan dibekali kompetensi yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut, diterjemahkan dalam kurikulum yang dikembangkan sesuai karakteristik pendidikan kejuruan.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan didasarkan pada landasan konseptual yaitu: landasan filosofis, yuridis, sosiologi, dan psikologi. Dari keempat konsep model pengembangan kurikulum pembelajaran dan memperhatikan karakteristik pendidikan kejuruan, maka konsep model pembelajaran pendidikan kejuruan disajikan dalam bagan berikut :
Gambar 1. Model Kurikulum Pembelajaran Berorientasi Tenaga Kerja
 Dari bagan tersebut, model pengembangan kurikum pembelajaran vokasi (pendidikan kejuruan) dapat dijelaskan sebagai berikut (1) untuk merumuskan tujuan umum pendidikan kejuruan yang memiliki karakteristik kurikulum pendidikan kejuruan bersumber dari Siswa, Masyarakat DU/DI, dan Keilmuan sesuai dengan bidang yang dikembangkan, (2) Hasil analisis data dari ketiga sumber tersebut sebagai dasar dalam merumuskan tujuan (goal) dan sasaran (objective) pendidikan kejuruan, (3) Rumusan tujuan yang telah ditetapkan, untuk selanjutnya disaring berdasarkan landasan filosofi dan psikologi yang telah dirumuskan yang sesuai dengan pendidikan kejuruan, (4) Hasil dari penyaringan tujuan umum oleh landasan filosofi danpsikologi, merupakan rumusan tujuan khusus pembelajaran yang menjadi dasar untuk melakukan pemilihan pengalaman belajar, organisasi, dan orientasi pembelajaran (tahap implementasi kurikulum), (5) Tahap akhir dari model tersebut adalah evaluasi proses yang digunakan sebagai balikan dari proses pembelajaran yang berlangsung dan sebagai evaluasi hasil belajar siswa untuk menentukan masing-masing bidang, (6) Evaluasi secara keseluruhan terhadap kurikulum yang diimplementasikan diperlukan untuk mengetahui keberhasilan kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, hal tersebut dapat diukur dari keberhasilan peserta didik (lulusan) yang diserap oleh dunia kerja (outcome).
Kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah Link and Match, yaitu relevansi dengan kebutuhan pembangunan umumnya dan kebutuhan dunia kerja, dunia usaha serta dunia industri khususnya. Beberapa prinsip yang akan dipakai sebagai strategi dalam kebijakan Link and Matchdiantaranya adalah model penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
Pembaharuan model penyelenggaraan pendidikan di SMK dimulai sejak dilaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) tahun 1994, dan dilengkapi dengan sejumlah perangkat pelaksanaannya. Dalam perkembangan selanjutnnya, pelaksanaan PSG lebih dimantapkan lagi dengan menggunakan acuan yang lebih mendasar yaitu yang tertulis dalam buku “Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global” yang disusun oleh Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997). Kemudian, penyelenggaraan PSG dibakukan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan tanggal 31 Desember 1997, yang memuat komponen-komponen yang diperlukan dalam penyelenggaraan PSG. Inti dari PSG ini adalah upaya untuk mendekatkan pendidikan kejuruan ke dunia usaha/industri.
PSG pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Pada hakekatnya PSG merupakan suatu strategi yang mendekatkan peserta didik ke dunia kerja dan ini adalah strategi proaktif yang menuntut perubahan sikap dan pola pikir serta fungsi pelaku pendidikan di tingkat SMK, masyarakat dan dunia usaha/industri dalam menyikapi perubahan dinamika tersebut.
Pada PSG program pendidikan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi bersama secara terpadu antara sekolah kejuruan dengan institusi pasangannya, sehingga fungsi operasional dilapangan dilaksanakan bersama antara kepala sekolah, guru, instruktur dan manager terkait, untuk itu perlu diciptakan adanya keterpaduan peran dan fungsi guru serta instruktur sebagai pelaku pendidikan yang terlibat langsung dalam pelaksanaa PSG dilapangan secara kondusif.
Dalam upaya merealisasikan kebijakan link and match melalui pelaksanaan PSG, selain diperlukan guru SMK yang profesional diperlukan instruktur yang mewakili dunia usaha/industri yang profesional pula. Instruktur dalam PSG memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam menentukan keberhasilan peserta PSG. Sehingga salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan PSG adalah guru dan instruktur, oleh sebab itu baik guru maupun instruktur dituntut memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing dalam PSG.
Praktik Kerja Industri yang disingkat dengan “prakerin” merupakan bagian dari program pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta didik di Dunia Kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sistim pendidikan di SMK yaitu Pendidikan Sistim Ganda (PSG). Program prakerin disusun bersama antara sekolah dan dunia kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik dan sebagai kontribusi dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan SMK.
Tujuan Prakerin yaitu :
1)     Pemenuhan Kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum.
Penguasaan kompetensi dengan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh fasilitas pembelajaran yang tersedia. Jika ketersediaan fasilitas terbatas, sekolah perlu merancang pembelajaran kompetensi di luar sekolah (dunia kerja mitra). Keterlaksanaan pembelajaran kompetensi tersebut bukan diserahkan sepenuhnya ke dunia kerja, tetapi sekolah perlu memberi arahan tentang apa yang seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik.
2)     Implementasi Kompetensi ke dalam dunia kerja.
Kemampuan-kemampuan yang sudah dimiliki peserta didik, melalui latihan dan praktik di sekolah perlu diimplementasikan secara nyata sehingga tumbuh kesadaran bahwa apa yang sudah dimilikinya berguna bagi dirinya dan orang lain. Dengan begitu peserta didik akan lebih percaya diri karena orang lain dapat memahami apa yang dipahaminya dan pengetahuannya diterima oleh masyarakat.
3)     Penumbuhan etos kerja/Pengalaman kerja.
SMK sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menghantarkan tamatannya ke dunia kerja perlu memperkenalkan lebih dini lingkungan sosial yang berlaku di dunia kerja. Pengalaman berinteraksi dengan lingkungan dunia kerja dan terlibat langsung di dalamnya, diharapkan dapat membangun sikap kerja dan kepribadian yang utuh sebagai pekerja.
  1. 4.     KESIMPULAN
a)     Pendidikan kejuruan berfungsi menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan.
b)     Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme. Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
c)     Landasan yuridis pendidikan Teknologi Kejuruan didasari oleh UUD 1945, UU PT, UU.20.2003, UU Guru & Dosen, Peraturan pemerintah (PP)
d)     Perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan didasarkan pada landasan konseptual yaitu: landasan filosofis, yuridis, sosiologi, dan psikologi. Dari keempat konsep model pengembangan kurikulum pembelajaran dan memperhatikan karakteristik pendidikan kejuruan
Daftar pustaka
http:// dasmanjohan.wordpress.com (tanggal 15 Juni 2012)
Makhun, Johar (2012) diakses mealului website.
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN/IPA/196803081993031JO
HARMAKNUN/Pend-kejuruan.pdf pada 30 Juni 2012
Hasan, Bachtiar (2012) diakses melalui website.http://file.upi.edu/Direktori/E-FPTK/JUR.PEND.TEKNIK ELEKTRO/195512041981031-BACHTIAR HASAN/PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA.pdf pada tanggal 15 Juni 2012
Kurniawan (2012) diakses melalui website www. Pendidikannetwork.comhttp://re-searchengines.com/0208kurniawan.html pada tanggal 30/10/2012
http://blog.tp.ac.id/pdf/tag/implementasi-filsafat-pendidikan-di-pendidikan-teknologi-kejuruan.pdf pada tanggal 16 Juni 2012http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_MESIN/195012051979031-AS’ARI_DJOHAR/MAKALAH/PENDIDIKAN_TEKNOILOGI_DAN_KEJURUAN.pdf pada tanggal 16 Juni 2012http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/195512041981031-BACHTIAR_HASAN/PENDIDIKAN_KEJURUAN_DI_INDONESIA.pdf pada tanggal 16 Juni 2012
Ahmad rizal,dkk.2009. Dari guru konvensional menuju guru professional. 2009
Muhali, 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional. PT Grasindo.2009
Murniaty, Nasir. Manajemen strategic dalam pemberdayaan SMK. Perdana Publishing.
Nurkholis.2003. Manajemen berbasis sekolah, teori model dan aplikasi.
Pardjono.2011. Makalah.Peran Industry dalam pengembangan SMK.
Rizal Muntansyir dkk, “Filsafat Ilmu”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta : 2004

Selasa, 15 Januari 2013

MODEL PRAKTEK KERJA INDUSTRI BERBASIS PRODUKSI SEBAGAI UPAYA UNTUK MENINGKATKAN KREATIFITAS DAN INOVASI KINERJA SISWA SMK


A.      PENDAHULUAN
Perkembangan industri nasional, khususnya industri manufaktur, lebih sering terlihat merosot ketimbang grafik peningkatannya.Sebuah hasil riset yang dilakukan oleh sebuah lembaga internasional terhadap prospek industri manufaktur di berbagai negara memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan. Dari 60 negara yang menjadi obyek penelitian, posisi industri manufaktur Indonesia berada di posisi terbawah bersama beberapa negara Asia, seperti Vietnam. Riset yang meneliti aspek daya saing produk industri manufaktur Indonesia di pasar global, menempatkannya pada posisi yang sangat rendah.
Industri manufaktur masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya manusia Indonesia (competitive advantage).
Manufaktur, dalam arti yang paling luas, adalah proses merubah bahan baku menjadi produk. Proses ini meliputi (1) perancangan produk, (2) pemilihan material, dan (3) tahap-tahap proses dimana produk tersebut dibuat. Pada konteks yang lebih modern, manufaktur melibatkan pembuatan produk dari bahan baku melalui bermacam-macam proses, mesin dan operasi, mengikuti perencanaan yang terorganisasi dengan baik untuk setiap aktifitas yang diperlukan. Mengikuti definisi ini, manufaktur pada umumnya adalah suatu aktifitas yang kompleks yang melibatkan berbagai variasi sumberdaya dan aktifitas.
Industri manufaktur  lebih terbelakang dibandingkan dengan industri lainnya, hal ini karena ; keterbatasan teknologi, keterbatasan kualitas sumber daya manusia, keterbatasan dana pemerintah dan sektor swasta. Kurangnya kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian masih rendah dan  strategi pembangunan sektor industri yang kurang tepat.
Salah satu apaya untuk meningkatkan sektor industri ini adalah adanya upaya inovasi dari berbagai bidang dan berbagai pihak. Inovasi harus dilakukan yang meliputi: inovasi material, inovasi mesin, inovasi methode  dan inovasi sumber daya manusia. Empat inovasi itu harus dijalankan oleh masing-masing elemen yang berhubungan baik dari pemerintah, swasta maupun pihak lembaga pendidikan.
Salah satu Inovasi yang perlu dikembangkan terutama oleh lembaga pendidikan adalah Inovasi Sumber Daya Manusia, dimana manusia yang disiapkan masuk ke dunia industri ini bisa mengembangkan diri ketika masuk ke dunia industri dan mampu melakukan perubahan-perubahan dibidang masing-masing. Untuk menciptakan manusia seperti ini tentu dunia pendidikan harus mau peduli pada keadaan dilingkungan dunia usaha dan dunia industri. Pendidikan jangan melepaskan diri namun bersama-sama dengan dunia usaha dan industri menyiapkan sumberdaya manusia yang kreatif dan inovatif. Salah satu nya adalah melibatkan diri semua komponen pada proses pendidikan dan pembelajaran.
Keberhasilan suatu proses pembelajaran melibatkan sejumlah faktor komponen manajemen pendidikan yang erat kaitannya dengan pengelolaan keseluruhan proses pembelajaran termasuk didalamnya penggunaan berbagai metode pembelajaran. Dalam konteks ini siswa perlu diintegrasikan sebaik-baiknya sehingga efektivitas pembelajaran dapat ditingkatkan. Hal tersebut didasarkan bahwa variasi kemampuan anak didik dalam belajar tidak lepas dari metode pembelajaran yang dilaksanakan, sehingga perlu dicari metode yang tepat dalam upaya mewujudkan keberhasilan pembelajaran yang diharapkan.
Kualitas lulusan yang profesional dari segi pengetahuan dan keterampilan akan dapat dicapai apabila didukung oleh layanan akademik yang optimal. Peningkatan layanan akademik pada siswa akan optimal, apabila seluruh Guru dapat meningkatkan kinerjanya. Guru dalam proses pembelajaran merupakan faktor penentu dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran yang diharapkan akan memberikan kontribusi pada peningkatan mutu.
            Pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mata pelajaran dan tujuan kurikulum serta potensi siswa merupakan kemampuan dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh setiap Guru. Ketepatan pemilihan metode akan berpengaruh terhadap hasil belajar dan keberhasilan siswa mengikuti proses pembelajaran. Munculnya mata pelajaran-mata pelajaran baru yang up to date tentunya harus disajikan sedemikian rupa sehingga menarik minat siswa untuk mendalami dan menguasainya.
Praktek Kerja Industri yang selanjutnya disebut prakerin adalah salah satu  model/ kegiatan belajar mengajar yang inovatif dan produktif, yang menggabungkan pembelajaran dikelas dengan dilapangan. Prakerin memberikan wawasan kerja bagi siswa dan melatih kemampuan siswa dalam menerapkan berbagai teori dan pengalaman disekolah melalui pengalaman secara langsung di lapangan. Melalui prakerin siswa bisa mengetahui kondisi pekerjaan kesiapan mental dalam memasuki dunia kerja serta kesiapan pengetahuan yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Untuk memperoleh pengetahuan itu maka diperlukan kesungguhan dan keseriusan dalam melakukan praktek kerja baik dari pihak sekolah, siswa praktikan maupun dari pihak dunia usaha/dunia industri sehingga terjalin hubungan yang baik dan kebermanfaatan dari kedua belah pihak.
Pelaksanaan prakerin selain banyak hal yang menguntungkan , namun tidak semuanya berjalan lancar sesuai dengan harapan berbagai pihak, hal ini dikarenakan kesiapan , sistdm dan proses dari prakerin tidak dirancang dan didisign dengan bagus yang menggabungkan keinginan dari pihak sekolah dan pihak dunia usaha dan dunia industri. Dalam penelitin ini peneliti ingin mendapatkan suatu formulasi praktek kerja lapangan yang bisa memberikan nilai tambah bagi siswa, sekolah maupun industri, sehingga praktek kerja lapangan ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh berbagai pihak. Keluaran dari penelitian ini akan menghasilkan suatu model pelaksanaan prakerin yang bisa dijalankan oleh siswa smk dan diterima oleh dunia usaha dan dunia industri

Sabtu, 11 Agustus 2012

Ambisi

Apa itu arti ambisi? Samakah dengan khayalan? Atau angan-angan? Menurutku ambisi adalah jalan yang bagus untuk sukses, jadi dengan memiliki sebuah ambisi maka satu langkah udsh menuju pads keberhasilan. Setiap orang yang ingin sukses harus punya ambisi bukan khayalan dan keinginsan...dengan ambisi seseorang akan menjadi giat untuk meraihnya, smbisi bisa berbentuk ambisi yang baik atau bahkan ambisi yang tidak baik, namun yang perlu dicermati disini adalah ambisi merupakan jalan untuk meraih kemenangan atau kesuksesan...semoga anda juga punya ambisi....dan saya adalah orang ambisius......

Jumat, 29 Juli 2011

Bebek Peking

Peluang bisnis bebek peking mulai banyak dilirik orang sebagai alternatif pemenuhan permintaan daging unggas di pasar. masa panen yang relatif cepat membuat budidaya bebek peking menjadi incaran banyak peternak. Dilain sisi pasokan bebek peking masih dikuasai oleh pemilik modal besar. Sesungguhnya bisnis budidaya bebek peking ini bisa dilakukan oleh kelompok usaha kecil ataupun usaha perorangan dengan memanfaatkan lahan pekarangan. Yang terpenting adalah mengetahui pola budidaya bebek peking dengan baik.

Model Budidaya Bebek Peking
Budidaya bebek peking dapat dilakukan dalam beberapa model pemeliharaan. Model pemeliharaan bebek peking yang lazim dilakukan antara lain dengan sistim ekstensif, semi intensif dan pemeliharaan intensif.
Budidaya bebek peking dengan cara pemeliharaan ekstensif merupakan cara tradisional dimana bebek dipelihara dengan cara digembalakan tanpa memperhatikan kandang maupun makanan, karena ternak-ternak tersebut dilepas di tempat-tempat yang mempunyai sumber pakan alami misalnya didaerah-daerah pesawahan yang baru panen.

Pemeliharaan dengan system Semi Intesif, dimana ternak-ternak yang dipelihara sudah memperhatikan kandang ternak dan diberi makan tetapi sewaktu-waktu dilepas untuk mencari makan sewaktu ada peluang pada saat panen padi ataupun pada tempat-tempat yang mempunyai potensi sumber pakan yang alami.

Sedangkan Pemeliharaan yang Intensif, ternak-ternak peliharaan selalu ditempatkan dikandang dan diberi makan secara terus menerus serta sudah memperhatikan aspek-aspek teknis pemeliharaan ternak secara ilmiah dan sudah menggunakan teknologi-teknologi yang dianjurkan.

Cara budidaya bebek peking dengan sistem pemeliharaan intensif lebih sesuai dan memberikan peluang keuntunga yang lebih besar. Dengan budidaya bebek peking intensif dalam masa pemeliharaan kurang dari 2 (dua) bulan berat badannya sudah bisa mencapai diatas 3 kg dengan kondisi makanan yang baik dan Itik sudah siap dijual sebagai Itik Pedaging, dengan kualitas daging yang prima.

Budidaya Bebek Peking Untuk Penggemukan
Untuk Pemeliharaan Itik Peking/Peking Duck dengan tujuan penggemukan hanya dilaksanakan dalam 1 (satu) masa pemeliharaan yaitu dari Itik berumur 1 (satu) hari sampai Itik Peking tersebut siap dijual. Dengan makanan dan pemeliharaan yang baik ,berat badan Itik Peking yaitu mencapai sekitar 3,3 kg selama pemeliharaan., kurang lebih 55- 60 hari yaitu mulai umur 1 hari sampai umur 55 hari.

Pada umumnya Itik-Itik yang dipelihara untuk tujuan ini adalah Itik Peking yang jantan, tetapi yang betinanyapun mempunyai kemampuan yang sama dengan yang jantan hanya berbeda sedikit saja dalam hal berat. Kalau kita bandingkan antara waktu pemeliharaan dengan hasil produksi daging yang dihasilkan antara Itik Peking/Peking Duck dengan Ayam Ras Pedaging akan lebih unggul Itik Peking, dimana untuk Itik Peking dengan waktu Pemeliharaan sekitar 53 –55 hari bisa menghasilkan daging berat hidup sekitar 3,3 kg, sedangkan untuk Ayam Ras pedaging dengan jangka waktu pemeliharaan sekitar 32- 35 hari menghasilkan daging berat hidup sekitar 1,2 – 1,5 kg,sehingga apabila kita bandingkan dengan waktu
yang sama maka akan diperoleh berat daging Itik Peking melebihi berat dari pada Ayam Ras Pedaging. (Galeriukm).

Jumat, 11 Februari 2011

Rekayasa Kurikulum

Rekayasa kurikulum adalah semua proses dan kegiatan yang diperlukan untuk memelihara dan menyempurnakan sistem kurikulum yang mencakup kepemimpinan oleh orang-orang yang menduduki jabatan seperti pengawas sekolah, kepala sekolah dan pengembang kurikulum (yang dikenal sebagai otorita yang berwenang mengambil keputusan dan menetapkan tindakan-tindakan operasional.
Sistem kurikulum merupakan suatu sistem pengambilan keputusan dan tindakan untuk memfungsikan kurikulum dalam persekolahan. Fungsi utama sistem kurikulum adalah :(a). mengembangkan kurikulum(b). menerapkan kurikulum dan (c). menilai efektivitas kurikulum dan sistem kurikulum. Dengan demikian istilah rekayasa kurikulum diapakai untuk menggambarkan proses dinamik sistem kurikulum dan sistem persekolahan
Tujuan umum sistem kurikulum dari berbagai dari berbagai sistem persekolahan adalah memberikan kerangka kerja untuk menentukan apa yang harus diajarkan disekolah dan untuk memanfaatkan kebijakan-kebijakan yang digariskan oleh pemerintah sebagai dasar untuk mengembangkan strategi pembelajaran. Setiap sekolah dan/ atau dinas pendidikan membuat perencanaan untuk proses pembelajaran, melaksanakan rencana tersebut dan menilai hasilnya. Keberadaan suatu sistem kurikulum ditandai adanya pengorganisasian kewenangan yang jelas dan dijalankan secara tertib.
Bennie dan Newstead (1999) menegaskan bahwa setiap perubahan selalu menemui kendala dalam implementasinya. Terkait dengan perubahan kebijakan kurikulum, beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kendala mencakup antara lain waktu, harapan-harapan dari pihak orangtua, kelangkaan bahan pembelajaran termasuk bukubuku pelajaran pada saat implementasi kurikulum yang baru, kekurangjelasan konsep kurikulum yang baru, dan guru-guru kurang memiliki keterampilan dan pengetahuan dikaitkan dengan kurikulum baru tersebut. Sedangkan Nolder (1990) dan Snyder dkk. (1992) menyatakan bahwa kendala lain menyangkut kemungkinan beban mengajar yang bertambah, peran guru yang berubah sebagai fasilitator, dan sistem pelaporan.
Suatu studi menunjukkan bahwa umumnya hambatan yang ditemui dalam implementasi suatu kurikulum adalah kurangnya kompetensi guru-guru. Seringkali terjadi bahwa implementasi suatu kurikulum baru tidak diikuti dengan pertimbangan kemampuan guru dan tindakan bagaimana meningkatkan kemampuan guru-guru sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum dimaksud (Hargreaves, 1995). Hal ini didukung oleh Fennema dan Franke (1992) yang menyatakan bahwa kemampuan baik secara keterampilan dan pengetahuan seorang guru akan mempengaruhi proses pembelajaran di kelas dan menentukan sejauh mana kurikulum dapat diterapkan.
Studi lain yang dilakukan oleh Taylor dan Vinjevold (1999) mengungkapkan bahwa kegagalan implementasi kurikulum disebabkan oleh rendahnya pengetahuan konseptual guru, kurang penguasaan terhadap topik yang diajarkan, dan kesalahan interpretasi dari apa yang tertulis dalam dokumen kurikulum.
Menurut Middleton (1999), berhasil tidaknya implementasi kurikulum yang diperbaharui cenderung ditentukan oleh persepsi atau keyakinan yang dimiliki oleh guru. Perubahan kurikulum berkait dengan perubahan paradigma pembelajaran. Perubahan paradigma baik langsung atau tidak langsung akan memberikan dampak bagi para guru di mana mereka perlu melakukan penyesuaian. Sangat mungkin penyesuaian yang dilakukan akan memberikan ketidaknyamanan lingkungan pembelajaran bagi guru yang bersangkutan. Beberapa kasus menunjukkan bahwa para guru akan bersikap mendukung implementasi dimaksud apabila mereka memahami kurikulum baru tersebut secara rasional dan praktikal.
Sementara itu menurut Hamalik (2008) ,Rekayasa kurikulum adalah proses penciptaan kurikulum yang dilakukan dalam situasi yang nyata di sekolah yang melibatkan berbagai organisasi yang menuntut keterampilan para partisipan dan berbagai komponen agar dapat menghasilkan kurikulum yang diinginkan. Rekayasa kurikulum berlangsung melalui tiga proses, yakni : konstruksi kurikulum, pengembangan kurikulum dan implementasi kurikulum. Kontruksi kurikulum adalah proses pembuatan keputusan yang menentukan hakikat dan rancangan kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah prosedur pelaksanaan pembuatan konstruksi kurikulum, dan implementasi kurikulum adalah proses pelaksanaan kurikulum yang dihasilkan oleh konstruksi dan pengembangan kurikulum.
Berdasarkan berbagai teori tersebut, dapat dikatakan bahwa pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa yang akan datang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga yang bersangkutan berani menghadapi, mampu memecahkan, dan berhasil mengatasi masalah kehidupan yang dihadapinya. Oleh karena itu, pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin penting, ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja.
Proses konstruksi kurikulum pada umumnya mendapat perhatian yang luas dalam pembahasannya, karena menjadi landasan dalam pembuatan keputusan. Dalam proses pengembangan kurikulum mencakup dua hal pokok, yaitu : 1. Fondasi atau landasan pengembangan kurikulum dan 2. Komponen-komponen kurikulum. Pembahasan tentang pengembangan kurikulum dititikberatkan pada dinamika pengembangan kurikulum, dan ketika itu lebih banyak berbicara tentang berbagai model pengembangan kurikulum dalam berbagai model dan versi, sesuai dengan kepakaran yang bersangkutan. Sementara itu implementasi lebih banyak memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi pelaksanaan dan perubahan kurikulum.


Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam Standar Nasional Pendidikan dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum
KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-Uandang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 ayat 1 dan 2 sebagai berikut : (1). Pengembangan kurikulum mengacu pada SNP untuk mewujudkan pendidikan Nasional, (2). Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan , potensi adaerah dan peserta didik.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan berprestasi. KTSP juga merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan melibatkan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajara mengajar disekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya , sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap pada kebutuhan setempat
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
6. Belajar sepanjang hayat
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Manajemen Berbasis Sekolah
Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management) adalah bagian dari strategi Pemerintah dalam desentralisasi pendidikan bertujuan memperkuat kehidupan berdemokrasi melalui desentralisasi kekuasaan, sumber daya dan dana ke masyarakat tingkat sekolah. Bersama partisipasi aktif masyarakat dalam bidang pendidikan. Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) akan membantu sekolah dalam merencanakan manajemen sekolah, kebutuhan belajar siswa dan membuat keputusan pada masalah-masalah yang langsung berakibat pada pengelolaan sekolah dan belajar siswa. Dengan cara ini diharapkan MBS dapat meningkatkan demokratisasi pengeloaan sekolah, transparansi perencanaan, akuntabilitas pelaporan proses belajar-mengajar yang aktif, kreatif, dan menyenangkan, yang diharapkan dapat meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan pada umumnya
Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitas secara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan MBS adalah untuk mewujudkan kemerdekaan pemerintah daerah dalam mengelola pendidikan. Dengan demikian peran pemerintah pusat akan berkurang. Sekolah diberi hak otonom untuk menentukan nasibnya sendiri. Paling tidak ada tiga tujuan dilaksanakannya MBS peningkatan efesiensi, peningkatan mutu, peningkatan pemerataan pendidikan. Dengan adanya MBS diharapkan akan memberi peluang dan kesempatan kepada kepala sekolah, guru dan siswa untuk melakukan inovasi pendidikan. Dengan adanya MBS maka ada beberapa keuntugan dalam pendidikan yaitu, kebijakan dan kewenangan sekolah mengarah langsung kepada siswa, orang tua dan guru, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal, pembinaan peserta didik dapat dilakukan secara efektif, dapat mengajak semua pihak untuk memajukan dan meningkatkan pelaksanaan pendidikan.

PEMBAHASAN
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Sebagaimana kita ketahui, Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggungjawab.
Pendidikan dipandang sebagai investasi jangka panjang yang akan memberikan keuntungan jangka panjang pula. Sebagai investasi jangka panjang pendidikan harus dirancang sedemikian rupa mengikuti berbagai perkembangan lingkungan. Bila pendidikan tidak dirancang sedemikian rupa maka akan menimbulkan tingkat kerugian pada jangka panjang pula
Dalam kaitan itulah Undang-Undang No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, mengamanatkan perlunya disusun standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan tersebut, pada Pasal 1 ayat (17) didefinisikan : ” kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.” Standar nasional pendidikan, dalamPasal 35, ayat (1) terdiri atas: ” standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.”
Dua dari delapan standar nasional pendidikan, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi penyusunan KTSP. Pengembangan KTSP yang mengacu pada standar nasional pendidikan dimaksudkan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Bila KTSP mengacu kepada SI dan SKL, maka sudah seharusnya ada evaluasi secara nasional. Sebab bila evaluasi secara nasional tidak ada maka kita tidak akan pernah tahu apakah SI dan SKL itu sudah tercapai atau belum. Hal inilah yang ditegaskan UU Sisdiknas Pasal 57 ayat (1) : Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Oleh sebab itu KTSP memerlukan UN dan sebaliknya UN memerlukan KTSP. KTSP tanpa UN akan mengawetkan ketidakadilan. Sebab akan terus terjadi perbedaan berkepanjangan, baik in-put, proses, maupun out-pun pendidikan pada setiap sekolah/madarasah. Kurikulum yang berbeda-beda ini memang sangat dibutuhkan oleh kondisi infra struktur pendidikan kita yang sangat beragam tersebut.
Sebaliknya UN memerlukan KTSP. UN yang mempergunakan standar minimal kelulusan memberikan judgment terhadap pelaksanaan KTSP. Objek yang dituju adalah sekolah/madrasah yang masih serba kekuranagan tersebut. Sedangkan sekolah/madrasah yang sudah maju dianjurkan untuk mempergunakan kriteria kelulusan lebih tinggi dari satandar kelulusan UN. Peraturan Mendiknas No 1/2007 tentang Perubahan Peraturan Mendiknas No 45/2006 tentang Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2006-2007, Pasa 18 ayat (2), menegaskan: “Pemerintah Daerah dan satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai sebagaimana dimaksudpada ayat (1).” Apa gunanya perlakukan seperti itu? Agar kita mengetahui potret kelemahan sesungguhnya dari sekolah/madrasah yang serba kekurangan tadi. Sedangkan sekolah/madrasah yang sudah serba lengkap dan serba mencukupi infrastrukturnya biarlah terus berkembang menjangkau mutu tertingginya. Di sinilah diperlukan aspek pemetaan dari UN. Berdasarkan standar kelulusan akan muncul pemetaan yang dengan itu pembinaan dan pemberian bantuan kepada sekolah/madrasah dalam upaya meningkatkan mutu, dapat dilakukan. Sebab yang selama ini terjadi kebijakan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan agak kurang adil. Sekolah/madrasah yang sudah maju dan serba lengkap peralatannya mendapat bantuan banyak, sebaliknya sekolah/madrasah serba kekurangan mendapat bantuan sangat kecil.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengatur tentang Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Pada Pasal 51 menjamin bahwa pengelolaan satuan pendidikan dilaksanakan dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Kemudian Rencana Strategis Depdikas Tahun 2005 – 2009, bagian Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, dalam sub bagian Peningkatan Governance, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik, dinyatakan bahwa pengembangan kapasitas dilaksanakan dalam rangka penerapan Manajemen Berbasis Sekolah.
Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dikembangkan dari hasil penelitian tentang sekolah efektif. Konsepnya berupa desentralisasi manajemen sumber-sumber daya ke tingkat sekolah: pengetahuan, teknologi, kewenangan (power), bahan, orang, waktu, dan keuangan. Desentralisasi ini bersifat administratif: keputusan yang dibuat di tingkat sekolah harus dalam kerangka kebijakan nasional. Dengan demikian, sekolah masih harus akuntabel kepada Pemerintah atau pemerintah daerah, tidak hanya kepada masyarakat dan pememangku kepentingan lainnya dalam pendidikan. Secara garis besar, MBS adalah upaya (i) mendelegasikan organisasi, manajemen dan tata kelola (governance) sekolah; (ii) memberdayakan orang yang paling dekat dengan siswa di kelas, yaitu guru, orangtua dan kepala sekolah; (iii) menciptakan peran dan tanggung jawab baru bagi seluruh orang yang terlibat dalam MBS; dan (iv) mentransformaskan proses belajar-mengajar yang terjadi di sekolah (Hallinger, Murphy, & Hausman, 1992).
Dalam manajemen sekolah, kepala sekolah dan stafnya (para guru dan pegawai administrasi sekolah) didorong untuk berinovasi dan berimprovisasi dari dalam diri sekolah, yang kemudian akan menumbuhkan daya kreativitas dan prakarsa sekolah, dan membuat sekolah sebagai pusat perubahan. Pengambilan keputusan melibatkan warga sekolah, sesuai dengan relevansi, keahlian, yurisdiksi, dan kompatibilitas keputusan dengan kepentingan partisipan. Dengan cara ini, pengetahuan, informasi dan keahlian terbagi di antara kepala sekolah, guru dan warga sekolah lain terutama komite sekolah.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional
PP Nomor 19/2005 Pasal 17 Ayat 1 menyebutkan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 63 ayat 1 mengamanatkan tiga jenis penilaian yang dilakukan terhadap peserta didik. Salah satunya, penilaian hasil belajar yang harus dilakukan oleh pemerintah.Pada pasal 66 bentuk penilaian yang dilakukan pemerintah tersebut dilakukan dalam bentuk ujian nasional untuk mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Dalam pelaksanaannya selama ini, mata pelajaran yang diujikan oleh pemerintah ada tiga yaitu Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia. Pemerintah menugasi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan bekerjasama dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah pusat, daerah, dan satuan pendidikan untuk menyelenggarakan ujian nasional tersebut.
Di lain pihak, pada tahun ajaran 2006-2007 pemerintah menerbitkan Peraturan pemerintah Nomor 22, 23, dan 24 tentang pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Maka, perlu mendapat perhatian dan apresiasi dari seluruh masyarakat, khususnya kalangan pendidikan bahwa UN tahun ajaran 2006-2007 merupakan ujian yang diselenggarakan pertama kali dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan ( KTSP), khususnya untuk sekolah-sekolah yang secara serempak menggunakan kurikulum kreasi satuan pendidikan (KTSP ) dari kelas 7 sampai 9 dan kelas 10 sampai 12.
Pemahaman yang dapat dibangun dari rumusan panduan di atas adalah, antara standar isi dan standar kelulusan jelas memiliki korelasi, bahwa standar isi memberikan arahan bagi pengembangan silabus di tingkat sekolah yang selanjutnya diharapkan dapat mencapai standar kompetensi lulusan. Persoalannya adalah, apakah antara pengembangan silabus dan standar kompetensi lulusan juga masih memiliki tingkat kesesuaian yang tinggi. Sebab, bukankah dengan menyerahkan kewenangan kepada sekolah untuk mengembangkan silabusnya sendiri merupakan sebuah mekanisme yang justru

Permendiknas No. 22 Tahun 2006 dan No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan

Pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengatur tentang stándar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut standar isi, mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi lulusan minimal minimal pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Sementara itu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2006 mengatur Standar kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. SKL meliputi stándar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran dan stándar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran, yang akan bermuara pada kompetensi dasar.
Dari Peraturan Menteri diatas yaitu Peraturan Mendiknas No 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan dan UU No 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan/SKL) menginisiasi kurikulum tingkat satuan pendidikan atau KTSP di Indonesia. Tetapi pada kenyataanya alih-alih mereformasi KTSP, sekadar kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan di mana pedoman dan alat ukur keberhasilannya tetap sentralistik. Berarti, secara substansial nuansa reformasi kurikulum tidak mampu memaknai otonomi pendidikan yang sebenarnya, Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pendidikan keguruan di Indoensia ini tidak pernah menyiapkan guru dan sekolah menjadi pengembang kurikulum. Sementara dalam KTSP, guru harus mampu menafsirkan standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi indikator dan materi pembelajaran, sekaligus menentukan sendiri metodologi didaktisnya agar tercipta harmonisasi pembelajaran yang efektif dan efisien.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan diharuskan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Walaupun dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhan sekolah namun harus mengacu pada standar isi yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan. Menurut Panduan penyusunan KTSP, Standar Isi (SI) mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah: kerangka dasar dan struktur kurikulum, standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah.


KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka penulis merumuskan simpulan sebagia berikut :
1. KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif dan berprestasi. KTSP juga merupakan paradigma baru pengembangan kurikulum, yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan melibatkan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses belajara mengajar disekolah. Otonomi diberikan agar setiap satuan pendidikan dan sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sumber daya , sumber dana, sumber belajar dan mengalokasikannya sesuai prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap pada kebutuhan setempat
2. Manajemen berbasis sekolah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitas secara terus menerus. Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah pada hakikatnya adalah penyerasian sumber daya yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan sebagai kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan diharuskan dapat memenuhi standar nasional pendidikan. Walaupun dikembangkan sendiri oleh masing-masing sekolah sesuai dengan karakteristik, dan kebutuhan sekolah namun harus mengacu pada standar isi yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan.
4. Konsep peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah muncul dalam kerangka pendekatan manajemen berbasis sekolah. Pada hakekatnya MBS akan membawa kemajuan dalam dua area yang saling tergantung, yaitu, pertama, kemajuan program pendidikan dan pelayanan kepada siswa-orang tua, siswa dan masyarakat. Kedua, kualitas lingkungan kerja untuk semua anggota organisasi.

Rabu, 10 Juni 2009

Kenangan itu Indah

Heran sekali, kenapa aku rindu pada tempat itu, padahal aku telah berkeliling keberbagai kab/kota di Jabar. Tapi tempat ini membuat aku kangen. Aku punya kenangan diakhir pertemuan aku bisa deket dengan beberapa sahabat dan moga bukan karena nilai tapi ketulusan kita bersilaturahmi dan mungkin itu yang membuat aku terkenang. Biasanya kedekatan kami ditempat lain dihubungkan dengan nilai akhir, tapi saat ini aku merasa kebersamaan diakhir pertemuan tidak ada hubungan dengan itu, tapi ada hub dengan yang lain kaleee....ah kita bersahabat kawan moga kita panjangkan tali silutarhim....nice to meet u...Mrs.Yulia, Mrs. Tina and Mrs. Chaerunisa tahanks all of you

Selasa, 26 Mei 2009

Jakat dan Pajak

Telah lama sekalai merenungi antara Zakat dan Pajak, selama ini aku tidak mengeluarkan zakat terutama zakat penghasilan, tapi aku rajin bayar pajak penghasilan. Namun apakah ini udah benar ?? kadang aku sedih kenapa uangku selalu habis berapapun penghasilanku selalu habis dan bahkan kurang dan itu tidak dibelikan apa-apa, kadang aneh sendiri masa sehari bisa habis 4 juta ??? ketika tersadar mungkin aku tidak pernah zakat, namun kalau bayar zakat apakah gak usah pajak ?? atau harus dua-duanya ? yah negara yang aneh padahal meningan zakat aja kayaknya....

Jumat, 22 Mei 2009

Meraih prestasi dengan paksaan

Banyak orang mengejar prestasi dengan karena terpaksa, salah satunya adalah Pegawai Negeri. PNS untuk naik golongan maka dia harus berprestasi, jadi segala cara dilakukan padahal intinya hanya memaksa diri.Salah satu contoh adalah dengan adanya program pemerintah yaitu sertifikasi guru yang mengharuskan semua guru yang disertifikasi harus S 1, maka guru-guru berbondong2 untuk melanjtkan kuliah ntah itu hanya terdaftar aja ataupun yang serius kuliah....yah begitulah indonesia

Jumat, 15 Mei 2009

Polemik SBY-BUDIONO

Kemenangan Partai Demokrat paling menentukan adalah figur dari perseorangan yaitu SBY, Politisi partai demokrat boleh dikatakan masih baru dan bahkan konsep yang dipegangnya pun masih kelihat ortodok, dan mengikut apa yang dikatakan oleh seorang figur yaitu SBY. Politisi yang ada di lingkungan Demokrat boleh dikatakan karbitan jika dibandingkan dengan Golkar. Namun walau demikian figur SBY memberikan angin bagi Demokrat untuk bisa terus memperbaiki citra partai dengan melakukan proses pengkaderan. Akibatnya pada saat pemilihan ALEG maka Demokrat bisa melesat menduduki peringkat pertama.
Sekarang saatnya memilih figur perseorangan yaitu pemilihan presiden, SBY memang bisa dikatakan menang diatas angin, karena selain figur pribadi yang cukup baik juga kedudukan saat ini sebagai Presiden, namun langkah yang diambil SBY menggandeng BUDIONO sungguh sangat megejutkan semua kalangan, karena ini akan menjatuhkan daya tawar SBY, SBY_BUDIONO mempunyai karakter yang sama dan halluan yang sama sehingga orang yang bisa memandang kinerja bukan karena figur tentu akan berpikir dua kali, mau dikemanakan bangsa ini, SBY merupakan orang yang terlalu lama dalam menentukan sasaran tembak sehingga keputusannya sangat lambat, begitu juga BUDIONO terlalu takut untuk mengambil keputusan dan lebih cenderung bersembunyi dibalik kekuasaan atasan, bidang ekonomi juga akan melemahkan posisi masyarakat sehingga haluan yang akan diambil keduanya adalah libelarism dan tentunya akan mengorbankan rakyat. Memang SBY sedikit demi sedikit menerapkan konsep SUHARTO gak mau pusing dengan prinsif bahwa bawahan hars tunduk dan patuh padanya....Selamat pak SBY hati-hati saat ini bangsa Indonesia udah pinter.

Kamis, 14 Mei 2009

Cerita Orang

Wanita Cantik Terjatuh Dari Lantai 50

Seorang wanita cantik dan sexy terjatuh dari lantai 50 sebuah gedung megah. Untunglah di lantai 40, ada seorang Pria Amerika menangkapnya.

Wanita : "Terima kasih anda telah menolong saya...."
Pria Amerika : "Sama-sama, tapi Anda harus membalas budi"
Wanita : "Bagaimana caranya ?"
Pria Amerika : "Tidurlah denganku....."
Wanita : "Bajingan kau, TIDAK MAU !!!"
Pria Amerika : "Ya sudah kalau nggak mau..."
Pria Amerika kemudian melepaskannya dan wanita itu kembali terjatuh....

Akhirnya dia memutuskan kalau ada lagi pria yang menangkapnya, ia mau diajak tidur bareng. Daripada mati, pikirnya.

Akhirnya di lantai 20, seorang Pria Arab menangkapnya. Buru-buru wanita itu berkata :

Wanita : "Terima kasih anda telah menolong saya. Sebagai balas jasa, Anda boleh tidur dengan saya..."
Pria Arab : " Astaghfirullah !!!!!"
Akhirnya si pria Arab menjatuhkannya lagi

Usaha dengan kepercayaan (sebuah Pengalaman)

Banyak orang bilang faktor utama usaha adalah modal, benarkah demikian ???. Pada dasarnya modal memang diperlukan tapi tidak menjadi persyaratan utama kita untuk usaha. Justru disinilah seni usaha dan wirausaha, yang paling penting adalah adanya kepercayaan dari pihak lain. Contoh usaha ini adalah adanya kerjasama dengan perusahaan besar bergerak dalam bidang sub kontraktor atau outsourching, pada dasarnya usaha dibidang ini menerapkan kepercayaan dari konsumen yang tetunya diawali dengan relationship yang baik. Wirausaha dalam bidang sub kontraktor dengan modal kepercayaan dimulai dengan menjalin hubungan dengan pihak perusahaan, salah satu contohnya misalnya usaha yang penulis jalankan adalah bidang manufactur chocke coil, dimulai dengan mencoba kerja untuk sendiri dengan hanya mengerjakan sebagian pekerjaan saja misalnya melilit kawat e mail, dari situ perusahaan percaya dengan kualitas akhirnya diberikan order yang lebih besar. Seiring dengan perkembangan perusahaan maka konsumen minta legalitas usaha kita maka dibuatlah suatu lembaga dengan bendera CV nah disini mulai perlu modal, tapi kan modal itu dihasilkan dari hasil usaha sebelumnya juga tidak perlu besar, setelah konsumen percaya maka order terus mengalir. Adakah jenis usaha lain ??? banyak contoh Garment, dengan kerjasama dengan pabrik kita bisa meminta order sekalgus meminjam mesin jahitnya tentunya ini harus ada kepercayaan. Jadi majulah usahalah dengan modal kepercayaan jangan mau jadi pekerja terus susah majunya, waktu terikat wirausaha adalah jalannya Rosulullah.