Selasa, 17 Februari 2009

PLTMH

Sebutlah ITB atau ITS, perguruan tinggi negeri bernuansa teknologi ini telah lama dikenal sebagai kampus pavorit di Indonesia. Mayoritas masyarakat pun menginginkan putra-putrinya menuntut ilmu di institut teknologi ini. Mereka berharap semoga putra-putrinya kelak menjadi “orang” yang berhasil dan sukses bahkan bisa bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara tercinta. Tapi, apakah institut teknologi ternama tersebut telah banyak menghasilkan produk teknologi konkrit yang memenuhi kebutuhan masyarakat? Bagaimana dengan kondisi masyarakat pedesaan yang jauh dari nuansa teknologi, apakah telah tersentuh oleh mahasiswa?


Konsep penerapan teknologi “merakyat” memang kurang menggema di seantero kampus ini. Berbagai kegiatan insidental yang diadakan para mahasiswa secara umum belum sampai pada tataran aplikasi teknologi tepat guna yang saat ini menjadi kebutuhan masyarakat. Padahal, kebutuhan masyarakat terhadap teknologi dan program pengembangan kemandirian demi membangun daerahnya semakin diperlukan.

Salah satu bentuk program pengembangan kemandirian masyarakat melalui aplikasi teknologi yang dapat dilakukan mahasiswa - khusus mahasiswa teknik elektro- adalah pembangunan PLTMH (pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro). PLTMH adalah salah satu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) low head dengan kapasitas kurang dari 500 Kilo Watt (KW).

PLTMH mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan di Indonesia. Potensi total PLTMH di Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 500 Mega Watt (MW), yang sudah dimanfaatkan baru 21 MW. Potensi tersebut masih akan meningkat sejalan dengan intensitas studi potensi yang dilakukan untuk menemukan lokasi-lokasi baru. Jika potensi PLTMH dapat dikembangkan maka paling tidak 12.000 MWh (Mega Watt hour) atau sebesar 14 % dari kebutuhan energi total Indonesia tahun 2005 dapat disumbang dari PLTMH[1]. Jika studi potensi PLTMH dapat diintensifkan, maka prosentase sumbangan PLTMH terhadap kebutuhan energi nasional akan meningkat juga.

Berdasarkan data di atas, PLTMH diharapkan mampu membantu pengentasan krisis energi listrik yang terjadi saat ini. Data statistik menampilkan bahwa rasio elektrifikasi di Indonesia saat ini baru mencapai angka 58%. Berarti dari jumlah penduduk 250 juta jiwa, masih ada sekitar 145 juta penduduk yang tidak mendapat pelayanan energi listrik, terlebih lagi bagi mereka yang tinggal di daerah pedesaan.

Sistem pembangkit listrik tersentralisasi (terpusat dan berskala besar) yang selama ini dijalankan oleh PLN ternyata belum optimal dalam hal transmisi dan distribusi listrik. Susut daya listrik yang terjadi masih besar. Akibatnya supply energi listrik tidak dapat menjangkau daerah terpencil di beberapa wilayah di tanah air tercinta. Hal tersebut diperkuat oleh letak dan faktor geologis pedesaan yang buruk dan sulit dicapai oleh jaringan listrik yang pembangkitnya berada jauh dari pedesaan. Hal ini semakin menguatkan prospek pengembangan PLTMH, dimana pembangunan pembangkit dapat dilakukan pada daerah terpencil asalkan mengandung sumber air penggerak turbin.

Setiap daerah mempunyai karakteristik SES (Sumber Energi Setempat) yang berbeda, ada yang memiliki potensi sumber air, angin, bahkan potensi surya. Perlu diketahui bahwa air merupakan sumber energi listrik yang sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan penelitian, besar potensi energi air di Indonesia yang dikembangkan melalui PLTA adalah 74.976 MW, sebanyak 70.776 MW ada di luar Jawa, yang sudah termanfaatkan adalah sebesar 3.105,76 MW sebagian besar berada di Pulau Jawa[2]. Dengan demikian PLTMH juga sangat cocok dengan kondisi geografis daerah Indonesia.

Pengembangan PLTMH ternyata dapat membantu program pemberdayaan masyarakat desa. Program ini dilakukan dengan mengadakan pembinaan terhadap warga pedesaan tentang kelistrikan hingga mereka mampu menguasai aplikasi praktis dari PLTMH. Jika mereka mampu menguasi PLTMH maka dalam perjalananannya akan meningkat pada tahapan penguasaan Pembangkit Listrik Tenaga Mini Hidro (kapasitas 500-1000 KW) dan akhirnya mampu bermain di level High Head (kapasitas lebih dari 1 MW) secara mandiri.

Selain kelistrikan, di sana kita dapat melakukan Pelatihan Manajemen dan Administrasi untuk pengurus Unit Pengelola Pembangkit (UPP). Dalam program ini, kita dapat membina warga tentang bagaimana mengurus administrasi termasuk mekanisme pendanaan, bagaimana manajerial kepengurusan, hingga sampai pada tahap pengembangan potensi ekonomi daerah. Bila hal ini terus berlangsung maka akan terbentuk semacam Badan Listrik Daerah (BLD). Tugas BLD adalah mengusahakan terpenuhinya kebutuhan listrik daerah yang bersangkutan. Dengan demikian pola pengembangan penyediaan energi untuk pembangunan tidak hanya secara terpusat melalui PLN saja. Secara tidak langsung hal ini akan membantu PLN dalam menyediakan supply energi listrik nasional sekaligus mengurangi kerugian finansial yang dideritai PLN hingga saat ini.

Melaui pembangunan PLTMH, desa diharapkan berpeluang untuk memperoleh pendapatan asli daerah. Ketika jaringan PLN belum masuk ke desa, pembangunan listrik dilakukan dengan sistem swadaya masyarakat yaitu masyarakat mengelola sendiri pembangkit listrik, mulai dari pemeliharaan alat hingga sistem penagihannya. Hal ini berpeluang menjadi salah satu upaya membangun kemandirian desa hingga mengarah pada pusat pertumbuhan di desa. Di sana, warga yang “tak mampu” di arahkan untuk mendapat pemasangan listrik gratis, sebagian uang digunakan untuk keperluan kesehatan, membiayai sekolah anak yang tak mampu hingga modal kerja.

Bermula dari pembangunan PLTMH juga inilah diharapkan dapat ditemukan potensi-potensi daerah baru yang belum teroptimalkan oleh pemerintah, seperti potensi sumber daya alam tumbuhan, hewan, batu alam, hingga cadangan bahan bakar baru[3]. Jika hal ini terjadi maka pengembangan potensi daerah pun akan terjadi hingga kemajuan ekonomi masyarakat tercipta.

Selebihnya, jika sumberdaya manusia yang menguasai PLTMH dapat tersebar luas di berbagai daerah dalam kualitas kompetensi dan kuantitas yang cukup dan mereka diakomodasi serta didukung kreativitasnya untuk membangun sumber-sumber energi di masing-masing daerah, maka harapan terjadinya suatu Revolusi Energi Indonesia akan menjadi kenyataan dan krisis energi dapat teratasi.

Bayangkan juga jika program ini didukung oleh semua himpunan mahasiswa facultas teknik dari PTN terkemuka (misalnya ITB, UGM, ITS, dll) yang erat kaitannya dengan teknologi (sipil, geologi, farmasi, informatika, dll), sebuah kemajuan teknologi pasti akan bermunculan di berbagai daerah. Secara tidak langsung, program ini mempunyai andil besar dalam membangun masyarakat bahkan bangsa dan negara. Dari masyarakat yang mandirilah akan tercipta bangsa dan negara yang mandiri, karena kemajuan suatu negara adalah akumulasi dari kemandirian masyarakatnya untuk hidup maju.

Kesimpulan dan Saran

PLTMH mempunyai prospek yang besar untuk mengatasi krisis energi listrik melalui pembangunan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat pedesaan. PLTMH juga memiliki banyak manfaat dalam hal kemudahan distribusi listrik, pengelolaannya, dan dukungan terhadap pengembangan kemampuan ekonomi daerah.

Pembangunan PLTMH perlu mendapat dukungan dari segi biaya produksi, pengadaan alat, sosialisasi, dan peraturan perundangan yang mengatur penerapan teknologi ini. Tentunya hal ini dapat terlaksana jika semua pihak yang terkait (pemerintah, pengusaha, dan akademisi) bekerja sama dan bersungguh-sungguh dalam merealisasikannya. (epsdin)