Kamis, 20 Februari 2014

LANDASAN FILOSOFI DAN YURIDIS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
A.      Pendahuluan
  1. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Kejuruan
a)  Education for employment : (pendidikan untuk pekerjaan) siswa mengikuti pendidikan   ditargetkan untuk menjadi pribadi yang siap kerja, dan untuk mengetahui serta memahami apa yang terjadi di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan masalah baru dan dilatih untuk menyelesaikan. Siswa mampu mengembangkan kemampuan, mencari alternatif melanjutkan pendidikan atau bekerja, pemecahannya dan berani untuk mengambil keputusan dalam lingkungan pendidikan sebagai pekerjaannya.
b) Education for employability : (pendidikan untuk kelayakan kerja) siswa mengikuti pendidikan ditargetkan untuk menjadi tenaga kerja ahli yang profesional, berdedikasi, mengetahui dan memahami serta merespon dengan cepat apa yang terjadi di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan masalah baru dan dilatih untuk menyelesaikan, juga mampu mengembangkan sendiri kemampuannya, mencari alternatif pekerjaan, serta pemecahannya untuk berani mengambil keputusan dengan cepat.
c)  Education for self-employment : (pendidikan untuk mempekerjakan diri sendiri) siswa mengikuti pendidikan ditargetkan untuk menjadi usahawan, dan untuk mengetahui, memahami serta membaca peluang usaha yang ada di lingkungannya. Siswa diperkenalkan dengan jenis usaha, masalah yang mungkin mucul dilatih untuk menyelesaikannya. Siswa mampu mengembangkan kemampuan, mencari alternatif melanjutkan mengembangkan usahanya, pemecahannya dan berani untuk mengambil keputusan
Berikut adalah di antara pengertian dan tujuan pendidikan kejuruan dari berbagai Sumber dan pakar pendidikan.
1)    Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang diarahkan untuk mempelajari bidang khusus, agar para lulusan memiliki keahlian tertentu seperti bisnis, pabrikasi, pertanian, kerumahtanggaan, otomotif telekomunikasi, listrik, bangunan dan sebagainya (Snedden, 1917:8)
2)  Pendidikan teknologi dan kejuruan adalah bagian dari pendidikan yang mencatak individu agar dia dapat bekerja pada kelompok tertentu (Evan, 1978).
3)  Pendidikan teknologi dan kejuruan adalah suatu program yang berada di bawah organisasi pendidikan tinggi yang diorganisasikan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja (Good, 1959)
Dari berbagai definisii di atas dapat kita kemukakan bahwa pendidikan teknologi dan kejuruan adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi para siswa yang merencanakan dan mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu untuk bekerja secara produktif dan professional dan juga siap melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi.
  1. Fungsi Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan berfungsi menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan. Sebagai suatu pendididikan khusus, pendidikan kejuruan direncanakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja, sebagai tenaga kerja produktif yang mampu menciptakan produk unggul yang dapat bersaing di pasar global dan professional yang memiliki kualitas moral di bidang kejuruannya (keahliannnya). Di samping itu pendidikan kejuruan juga berfungsi mempersiapkan siswa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
Fungsi pendidikan kejuruan menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja produktif antara lain meliputi:
a)    Memenuhi keperluan tenaga kerja dunia usaha dan industri.
b)    Menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang lain.
c) Merubah status siswa dari ketergantungan menjadi bangsa yang berpenghasilan (produktif).
Sedangkan sebagai tenaga kerja professional siswa mampu mengerjakan tugasnya secara cepat, tepat dan effisien yang didasarkan pada unsur-unsur berikut:
a)   ilmu atau teori yang sistematis,
b)   kewenangan professional yang diakui oleh klien,
c)   sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan kewenangannya dan
d)   kode etik yang regulative
Selanjutnya, menyiapkan siswa menguasai IPTEK dimaksudkan agar siswa:
a)       Mampu mengikuti, menguasai, dan menyesuaikan diri dengan kemajuan  IPTEK
b) Memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan diri secara   berkelanjutan
  1. B.      Filsafat Pendidikan Teknologi Kejuruan Dan Landasan Yuridis Pendidikan Teknologi Kejuruan
  1. 1.       Fisafat pendidikan Teknologi Kejuruan
Filsafat adalah apa yang diyakini sebagai suatu pandangan hidup dan landasan berpikir yang diianggap benar dan baik. Filsafat menurut Jalius Jama: 2010 meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)  Usaha secara spekulatif untuk menyajikan pandangan yang sistematis dan     lengkap tentang  kenyataan.
b)  Usaha mendeskripsikan sifat dasar yang terdalam dan sesungguhnya dari kenyataan.
c)    Usaha untuk menentukan batas-batas dan lingkup pengetahuan.
d)    Penyelidikan secara kritis terhadap hipotesis.
e)   Ilmu untuk membantu seseorang untuk memaknai (purposeful meaning) apa yang dikatakandan apa yang dilihat dan apa yang dilakukan.
Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme. Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
Landasan filosofis yang mendasari pendidikan kejuruan, harus mampu menjawab dua pertanyaan : pertama, Apa yang harus diajarkan? dan kedua, Bagaimana harus mengajarkan? (Calhoun dan Finch, 1982). Chalhoun dan Finch menegaskan bahwa sumber prinsip-prinsip fundamental pendidikan kejuruan adalah individu dan perannya dalam suatu masyarakat demokratik, serta peran pendidikan dalam transmisi standar sosial.
Secara umum juga dikatakan bahwa filsafat pendidikan merupakan rojani atau spiritual sistem pendidikan nasional. Pendidikan kejuruan yang berkembang telah banyak ditandai dengan pesatnya perkembangan fasilitas fisik untuk melayani kebutuhan banyak orang dalam lingkup pendidikan kejuruan yang makin luas.
Filosofi memandang pendidikan kejuruan sebagai pihak yang harus bertanggungjawab atas penyiapan orang untuk bekerja atau mandiri, maka menuntut adanya jenis pendidikan yang dapat menyediakan berbagai alternatif pilihan itu, dan untuk hal tersebut yang paling tepat adalah pendidikan kejuruan itu sendiri. Pernyataan Hornby yang dikutip Soeharto (1988) mengatakan bahwa filosofi adalah mempelajari berbagai prinsip yang mendasari aksi dan tinggkah laku manusia. Miller (1986, 3) menyatakan bahwa: phylosphys defined as a conceptual frame work for synthesis and evaluation that represents a system of values to serve as a basis for making decisions that projects vocation’s future. Falsafah pendidikan kejuruan adalah cara pandang akan pendidikan kejuruan itu sendiri. Falsafah akan memberikan arah yang dipelukan untuk pelayanan pendidikan, selain kerangka kerja dimana tujuan, maksud, dan kegunaaan pendidikan itu dibangun.
Secara khusus filosofi pendidikan kejuruan menurut Miller (1986) mempunyai tiga elemen pokok, yaitu: nature of reality, truth, and value. Sehingga falsafah pendidikan kejuruan merupakan artikulasi sebagai dasar asumsi yang meliputi kenyataan, kebenaran dan tata nilai. Pertama, landasan falsafah meandanga adanya ketentuan-ketentuan yang diperlukan oleh peserta didik dan strategi apa yang sesuai dengan kebutuhan anak didik. Kedua, asumsi tentang perwujudan atau kenyataan tentang kebenaran untuk memeberikan tuntunan dalam membentuk kurikulum pendidikan kejuruan. Ketiga, kemudian dengan materi yang telah diyakini kebenaran sesuai dengan falsafahnya, lembaga pendidikan mempunyai tanggung jawab untuk melakukan pengajaran dengan benar, dan falsafah dapat memberikan kepercayaan secara penuh dalam kebenaran pengetahuan yang diberikan.
Charles Prosser dalam Vocational Education in Democracy (1949) yang dikutip oleh William G. Camp dan John H. Hillison (1984, 15-16) memberikan 16 butir dalil sebagai falsafah pendidikan kejuruan yaitu:
  1. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila disediakan lingkungan yang sesuai dengan kondisi nyata dimana lulusan akan bekerja.
  2. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan tugas atau program seusai dengan apa yang dikerjakan kelak. Demikian pula fasilitas atau peralatan beserta proses kerja dan operasionalnya dibuat sama dengan kondisi nyata nantinya.
  3. Pendidikan kejuruan akan efektif bilmana latihan dan tugas yang diberikan secara langsung dan spesifik (dalam arti mengerjakan benda kerja sesungguhnya, bukan sekedar tiruan).
  4. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana dalam latihan kerja atau dalam pengerjaan tugas sudah dibiasakan pada kondisi nyata nantinya.
  5. Pendidikan kejuran akan efektif bilamana program-program yang disediakan adalah banyak dan bervariasi meliputi semua profesi serta mampu dimanfaatkan atau ditempuh oleh peserta didik.
  6. Latihan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara berulang kali hingga diperoleh penguasaan yang memadai bagi peserta didik.
  7. Pendidikan kejuruan akan efektif bila para guru dan instrukturnya berpengalaman dan mampu mentransfer kepada peserta didik.
  8. Pendidikan kejuruan akan efektif bilamana mampu memberikan bekal kemampuan minimal yang dibutuhkan dunia kerja (sebagai standar minimal profesi), sehingga mudah adaptif dan mudah pengembangannya.
  9. Pendidikan kejuruan akan efektif apabila memperhatikan kondisi pasar kerja.
  10. Proses pemantapan belajar dan latihan peserta didik dalam pendidikan kejuruan akan efektif apabila diberikan secara proporsional.
  11. Sumber data yang dipergunakan untuk menentukan program pendidikan didasarkan atas pengalaman nyata pekerjaan di lapangan.
  12. Pendidikan kejuruan membeikan program tertentu yang mendasar sebagai dasar kejuruannya serta program lain sebagai pengayaan atau pengembangannnya.
  13. Pendidikan kejuruan akan efisien apabila sebagai lembaga pendidikan yang menyiapkan SDM untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja tertentu dan dalam waktu tertentu.
  14. Pendidikan kejuruan dapat dirasakan manfaatnya secara sosial kemasyarakatan termasuk memperhatikan hubungan kemanusiaan dan hubungan dengan masyarakat luar dunia pendidikan.
  15. Administrasi pendidikan kejuruan akan efisien apabila bersifat fleksibel dan tidak bersifat kaku.
  16. Walaupun pendidikan kejuruan telah diusahakan dengan biaya investasi semaksimal mungkin, nmaun apabila sampai dalam batas minimal tersebut tidak efektif, maka lebih baik penyelenggaraan pendidikan kejuruan dibatalkan.
Berdasarkan falsafah pendidikan kejuruan yang diuraikan di atas, khususnya dari Charles Prosser dapat diasumsikan bahwa 16 butir falsafah tersebut juga sekaligus kriteria dasar yang sagat esensial dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan. Maksudnya dalah pendidikan kejuruan akan dikatakan dengan klasifikasi baik apabila mampu memenuhi 16 kriteria falsafah pendidikan kejuruan tersebut.  Secara ringkas dari 16 butir falsafah pendidikan kejuruan dapat diringkas ke dalam 16 butir kriteria ideal pendidikan kejuruan yang harus dipenuhi, yaitu: (1) lingkungan belajar; (2) program dan fasilitas/peralatan; (3) praktek langsung; (4) budaya kerja; (5) kualitas input; (6) praktek yang berulangkali; (7) tenaga pendidik yang berpengalaman; (8) kemampuan minimal lulusan; (9) sesuai pasar kerja; (10) proporsi praktek; (11) sumber data program dari pengalaman; (12) program dasar kejuruan dan lanjut; (13) kebutuhan tertentu dan waktu tertentu; (14) hubungan dengan masyarakat; (15) administrasi fleksibel; (16) biaya pendidikan.
Sedangkan Oemar Hamalik (1990) secara tegas memberikan gambaran tentang falsafah pendidikan kejuruan dapat dirangkum ke dalam enam hal yaitu:
  1. Pekerjaan yang dipilih individu harus berdasarkan pada orientasi individu itu sendiri, misalnya bakat, minat, kemapuan, dan sebagainya.
  2. Beberapa pekerjaan yang ditawarkan meliputi semua aspek kehidupan.
  3. Setiap individu harus mendapatkan kesepatan untuk memilih jenis pekerjaan yang cocok dengan orientasi dan kesempatan kerja yang sama.
  4. Individu perlu mendapat dorongan membangun masyarakartnya, berdasarkan pengetahuan, sklill, dan kesempatan kerja yang ada.
  5. Sumber-sumber pendidikan harus dapat mengembangkan sumber daya manusia, menjadi individu yang mampu membantu inidividu lainnya, sebagai pemimpin dan pembangun.
  6. Alokasi sumber-sumber harus merefleksi kebutuhan manusia.

  1. 2.       Landasan Yuridis Pendidikan Teknologi Kejuruan

Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah  seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak  sistem pendidikan Indonesia, yang menurut  Undang-Undang  Dasar 1945.
  1. UUD 1945  mengamanatkan kepada pemerintah melalui usaha penyelenggaraan sistem pendidikan nasional untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bagnsa yang diatur dengan Undang-Undang.
  2. UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15, menjelaskan bahwa SMK merupakan “pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu”. Dan Pasal 38 yang menyatakan bahwa kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan pemerintah melalui BSNP.
  3. Kepmendikbud No. 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda di SMK.
  4. PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
  5. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
  6. Permendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Kelulusan.
  7. Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan No. 23 tentang Standar Isi dan Standar Kelulusan
  8. Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan di SMK.

  1. MODEL PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN BERDASARKAN SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN REPUBLIK INDONESIA
 Model perencanaan dan pengembangan kurikulum pembelajaran pendidikan kejuruan tidak terlepas dari tujuan pendidikan kejuruan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Tujuan pendidikan kejuruan seara umum adalah untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja dengan dibekali kompetensi yang sesuai dengan bidangnya masing-masing.Untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan tersebut, diterjemahkan dalam kurikulum yang dikembangkan sesuai karakteristik pendidikan kejuruan.
Perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan didasarkan pada landasan konseptual yaitu: landasan filosofis, yuridis, sosiologi, dan psikologi. Dari keempat konsep model pengembangan kurikulum pembelajaran dan memperhatikan karakteristik pendidikan kejuruan, maka konsep model pembelajaran pendidikan kejuruan disajikan dalam bagan berikut :
Gambar 1. Model Kurikulum Pembelajaran Berorientasi Tenaga Kerja
 Dari bagan tersebut, model pengembangan kurikum pembelajaran vokasi (pendidikan kejuruan) dapat dijelaskan sebagai berikut (1) untuk merumuskan tujuan umum pendidikan kejuruan yang memiliki karakteristik kurikulum pendidikan kejuruan bersumber dari Siswa, Masyarakat DU/DI, dan Keilmuan sesuai dengan bidang yang dikembangkan, (2) Hasil analisis data dari ketiga sumber tersebut sebagai dasar dalam merumuskan tujuan (goal) dan sasaran (objective) pendidikan kejuruan, (3) Rumusan tujuan yang telah ditetapkan, untuk selanjutnya disaring berdasarkan landasan filosofi dan psikologi yang telah dirumuskan yang sesuai dengan pendidikan kejuruan, (4) Hasil dari penyaringan tujuan umum oleh landasan filosofi danpsikologi, merupakan rumusan tujuan khusus pembelajaran yang menjadi dasar untuk melakukan pemilihan pengalaman belajar, organisasi, dan orientasi pembelajaran (tahap implementasi kurikulum), (5) Tahap akhir dari model tersebut adalah evaluasi proses yang digunakan sebagai balikan dari proses pembelajaran yang berlangsung dan sebagai evaluasi hasil belajar siswa untuk menentukan masing-masing bidang, (6) Evaluasi secara keseluruhan terhadap kurikulum yang diimplementasikan diperlukan untuk mengetahui keberhasilan kurikulum dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan, hal tersebut dapat diukur dari keberhasilan peserta didik (lulusan) yang diserap oleh dunia kerja (outcome).
Kebijakan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang dikembangkan untuk meningkatkan relevansi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah Link and Match, yaitu relevansi dengan kebutuhan pembangunan umumnya dan kebutuhan dunia kerja, dunia usaha serta dunia industri khususnya. Beberapa prinsip yang akan dipakai sebagai strategi dalam kebijakan Link and Matchdiantaranya adalah model penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (PSG).
Pembaharuan model penyelenggaraan pendidikan di SMK dimulai sejak dilaksanakan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) tahun 1994, dan dilengkapi dengan sejumlah perangkat pelaksanaannya. Dalam perkembangan selanjutnnya, pelaksanaan PSG lebih dimantapkan lagi dengan menggunakan acuan yang lebih mendasar yaitu yang tertulis dalam buku “Keterampilan Menjelang 2020 untuk Era Global” yang disusun oleh Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan di Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1997). Kemudian, penyelenggaraan PSG dibakukan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor 323/U/1997 tentang Penyelenggaraan Sistem Ganda pada Sekolah Menengah Kejuruan tanggal 31 Desember 1997, yang memuat komponen-komponen yang diperlukan dalam penyelenggaraan PSG. Inti dari PSG ini adalah upaya untuk mendekatkan pendidikan kejuruan ke dunia usaha/industri.
PSG pada dasarnya merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu. Pada hakekatnya PSG merupakan suatu strategi yang mendekatkan peserta didik ke dunia kerja dan ini adalah strategi proaktif yang menuntut perubahan sikap dan pola pikir serta fungsi pelaku pendidikan di tingkat SMK, masyarakat dan dunia usaha/industri dalam menyikapi perubahan dinamika tersebut.
Pada PSG program pendidikan direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi bersama secara terpadu antara sekolah kejuruan dengan institusi pasangannya, sehingga fungsi operasional dilapangan dilaksanakan bersama antara kepala sekolah, guru, instruktur dan manager terkait, untuk itu perlu diciptakan adanya keterpaduan peran dan fungsi guru serta instruktur sebagai pelaku pendidikan yang terlibat langsung dalam pelaksanaa PSG dilapangan secara kondusif.
Dalam upaya merealisasikan kebijakan link and match melalui pelaksanaan PSG, selain diperlukan guru SMK yang profesional diperlukan instruktur yang mewakili dunia usaha/industri yang profesional pula. Instruktur dalam PSG memiliki fungsi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam menentukan keberhasilan peserta PSG. Sehingga salah satu faktor yang dapat menentukan keberhasilan pelaksanaan PSG adalah guru dan instruktur, oleh sebab itu baik guru maupun instruktur dituntut memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing dalam PSG.
Praktik Kerja Industri yang disingkat dengan “prakerin” merupakan bagian dari program pembelajaran yang harus dilaksanakan oleh setiap peserta didik di Dunia Kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan sistim pendidikan di SMK yaitu Pendidikan Sistim Ganda (PSG). Program prakerin disusun bersama antara sekolah dan dunia kerja dalam rangka memenuhi kebutuhan peserta didik dan sebagai kontribusi dunia kerja terhadap pengembangan program pendidikan SMK.
Tujuan Prakerin yaitu :
1)     Pemenuhan Kompetensi sesuai tuntutan Kurikulum.
Penguasaan kompetensi dengan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh fasilitas pembelajaran yang tersedia. Jika ketersediaan fasilitas terbatas, sekolah perlu merancang pembelajaran kompetensi di luar sekolah (dunia kerja mitra). Keterlaksanaan pembelajaran kompetensi tersebut bukan diserahkan sepenuhnya ke dunia kerja, tetapi sekolah perlu memberi arahan tentang apa yang seharusnya dibelajarkan kepada peserta didik.
2)     Implementasi Kompetensi ke dalam dunia kerja.
Kemampuan-kemampuan yang sudah dimiliki peserta didik, melalui latihan dan praktik di sekolah perlu diimplementasikan secara nyata sehingga tumbuh kesadaran bahwa apa yang sudah dimilikinya berguna bagi dirinya dan orang lain. Dengan begitu peserta didik akan lebih percaya diri karena orang lain dapat memahami apa yang dipahaminya dan pengetahuannya diterima oleh masyarakat.
3)     Penumbuhan etos kerja/Pengalaman kerja.
SMK sebagai lembaga pendidikan yang diharapkan dapat menghantarkan tamatannya ke dunia kerja perlu memperkenalkan lebih dini lingkungan sosial yang berlaku di dunia kerja. Pengalaman berinteraksi dengan lingkungan dunia kerja dan terlibat langsung di dalamnya, diharapkan dapat membangun sikap kerja dan kepribadian yang utuh sebagai pekerja.
  1. 4.     KESIMPULAN
a)     Pendidikan kejuruan berfungsi menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan.
b)     Dalam pendidikan kejuruan ada dua aliran filsafat yang sesuai dengan keberadaanya, yaitu eksistensialisme dan esensialisme. Eksistensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengembangkan eksistensi manusia untuk bertahan hidup, bukan merampasnya. Sedangkan esensialisme berpandangan bahwa pendidikan kejuruan harus mengaitkan dirinya dengan sistem-sistem yang lain seperti ekonomi, politik, sosial, ketenaga kerjaan serta religi dan moral.
c)     Landasan yuridis pendidikan Teknologi Kejuruan didasari oleh UUD 1945, UU PT, UU.20.2003, UU Guru & Dosen, Peraturan pemerintah (PP)
d)     Perencanaan dan pengembangan kurikulum pendidikan kejuruan didasarkan pada landasan konseptual yaitu: landasan filosofis, yuridis, sosiologi, dan psikologi. Dari keempat konsep model pengembangan kurikulum pembelajaran dan memperhatikan karakteristik pendidikan kejuruan
Daftar pustaka
http:// dasmanjohan.wordpress.com (tanggal 15 Juni 2012)
Makhun, Johar (2012) diakses mealului website.
http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN/IPA/196803081993031JO
HARMAKNUN/Pend-kejuruan.pdf pada 30 Juni 2012
Hasan, Bachtiar (2012) diakses melalui website.http://file.upi.edu/Direktori/E-FPTK/JUR.PEND.TEKNIK ELEKTRO/195512041981031-BACHTIAR HASAN/PENDIDIKAN KEJURUAN DI INDONESIA.pdf pada tanggal 15 Juni 2012
Kurniawan (2012) diakses melalui website www. Pendidikannetwork.comhttp://re-searchengines.com/0208kurniawan.html pada tanggal 30/10/2012
http://blog.tp.ac.id/pdf/tag/implementasi-filsafat-pendidikan-di-pendidikan-teknologi-kejuruan.pdf pada tanggal 16 Juni 2012http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_MESIN/195012051979031-AS’ARI_DJOHAR/MAKALAH/PENDIDIKAN_TEKNOILOGI_DAN_KEJURUAN.pdf pada tanggal 16 Juni 2012http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._PEND._TEKNIK_ELEKTRO/195512041981031-BACHTIAR_HASAN/PENDIDIKAN_KEJURUAN_DI_INDONESIA.pdf pada tanggal 16 Juni 2012
Ahmad rizal,dkk.2009. Dari guru konvensional menuju guru professional. 2009
Muhali, 2009. Pendidikan untuk pembangunan nasional. PT Grasindo.2009
Murniaty, Nasir. Manajemen strategic dalam pemberdayaan SMK. Perdana Publishing.
Nurkholis.2003. Manajemen berbasis sekolah, teori model dan aplikasi.
Pardjono.2011. Makalah.Peran Industry dalam pengembangan SMK.
Rizal Muntansyir dkk, “Filsafat Ilmu”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta : 2004